Jumat, 28 Juni 2013

artikel hukum

PENGERTIAN HUKUM PERDATA

HUKUM PERDATA
A.      ISTILAH DAN PENGERTIAN HUKUM PERDATA
Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djojodiguno sebagai teremahan dariburgerlijkrecht pada masa penduduka jepang. Di samping istilah itu, sinonim hukum perdata adalah civielrechtdan privatrecht.
Para ahli memberikan batasan hukum perdata, seperti berikut. Van Dunne mengartikan hukum perdata, khususnya pada abad ke -19 adalah:
“suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat ecensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum public memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi”
Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum perdata adalah:
“aturan-aturan atau  norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan prseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengna kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas”

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian hukum perdata yang dipaparkan para ahli di atas, kajian utamnya pada pengaturan tentang perlindungan antara orang yang satu degan orang lain, akan tetapi di dalam ilmu hukum subyek hukum bukan hanya orang tetapi badan hukum juga termasuk subyek hukum, jadi untuk pengertian yang lebih sempurna yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum(baik tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.
Di dalam hukum perdata terdapat 2 kaidah, yaitu:
1.       Kaidah tertulis
Kaidah hukum perdata tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.
2.       Kaidah tidak tertulis
Kaidah hukum perdata tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam praktek kehidupan masyarakat (kebiasaan)
Subjek hukum dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1.       Manusia
Manusia sama dengan orang karena manusia mempunyai hak-hak subjektif dan kewenangan hukum.
2.       Badan hukum
Badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, serta hak dan kewajiban.
Subtansi yang diatur dalam hukum perdata antara lain:
1.       Hubungan keluarga
Dalam hubungan keluarga akan menimbulkan hukum tentang orang dan hukum keluarga.
2.       Pergaulan masyarakat
Dalam hubungan pergaulan masyarakat akan menimbulakan hukum harta kekayaan, hukum perikatan, dan hukum waris.
                Dari berbagai paparan tentang hukum perdata di atas, dapat di temukan unsur-unsurnya yaitu:
1.       Adanya kaidah hukum
2.       Mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain.
3.       Bidang hukum yang diatur dalam hukum perdata meliputi hukum orang, hukum keluarga, hukum benda, hukum waris, hukum perikatan, serta hukum pembuktia dan kadaluarsa.[1]
B.      HUKUM PERDATA MATERIIL DI INDONESIA
Hukum perdata yang berlaku di Indonesi beranekaragam, artinya bahwa hukum perdata yang berlaku itu terdiri dari berbagai macam ketentuan hukum,di mana setiap penduduk itu tunduk pada hukumya sendiri, ada yang tunduk dengan hukum adat, hukum islam , dan hukum perdata barat. Adapun penyebab adanya pluralism hukum di Indonesia ini adalah
1.       Politik Hindia Belanda
Pada pemerintahan Hindia Belanda penduduknya di bagi menjadi 3 golongan:
a.       Golongan Eropa dan dipersamakan dengan itu
b.      Golongan timur asing. Timur asing dibagi menjadi Timur Asing Tionghoa dan bukan Tionghoa, Seperti Arab, Pakistan. Di berlakukan hukum perdata Eropa, sedangkan yang bukan Tionghoa di berlakukan hukum adat.
c.       Bumiputra,yaitu orang Indonesia asli. Diberlakukan hukum adat.
Konsekuensi logis dari pembagian golongan di atas ialah timbulnya perbedaan system hukum yang diberlakukan kepada mereka.
2.       Belum adanya ketentuan hukum perdata yang berlaku secara nasional.
C.      SUMBER HUKUM PERDATA TERTULIS
Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi 2 macam:
1.       Sumber hukum materiil
Sumber hukum materiil adalah tempat dari mana materi hukum itu diambil. Misalnya hubungan social,kekuatan politik, hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, dan keadaan georafis.
2.       Sumber hukum formal
Sumber hukum formal merupakan tempat memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum formal itu berlaku.
                Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat mecam. Yaitu KUHperdata ,traktat, yaurisprudensi, dan kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis. Yang di maksud dengan sumber hukum perdata tertulis yaitu tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya kaidah hukum perdata tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undanang, traktat, dan yurisprudensi. Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis. Seperti terdapat dalam hukum kebiasaan.
Yang menjadi sumber perdata tertulis yaitu:
1.       AB (algemene bepalingen van Wetgeving) ketentuan umum permerintah Hindia Belanda
2.       KUHPerdata (BW)
3.       KUH dagang
4.       UU No 1 Tahun 1974
5.       UU No 5 Tahun 1960 Tentang Agraria.
Yang dimaksud dengan traktat adalah suatu perjanjian yang dibuat antara dua Negara atau lebih dalam bidang keperdataan. Trutama erat kaitannya dengan perjanjian internasioanl. Contohnya, perjanjian bagi hasil yang dibuat antara pemerintah Indonesia denang PT Freeport Indonesia.
Yurisprudensi atau putusan pengadilan meruapakan produk yudikatif, yang berisi kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pidahk-pihak yang berperkara terutama dalam perkara perdata. Contohnya H.R 1919 tentang pengertian perbuatan melawan hukum . dengna adanya putsan tersebut maka pengertian melawan hukum tidak menganut arti luas. Tetapi sempit. Putusan tersebut di jadikan pedoman oleh para hakim di Indonesia dalam memutskan sengketa perbutan melawan hukum.
               

artikel ekonomi

Dampak Perdagangan Internasional Bagi Perekonomian Indonesia

Setiap kegiatan memiliki dampak, tidak terkecuali pada perdagangan internasional. Dampak yang tercipta bisa berupa dampak positif dan negatif. Berikut ini adalah dampak positif dan negatif perdagangan internasional bagi perekonomian Indonesia.
InternasionalDampak Positif Perdagangan Internasional bagi Perekonomian Indonesia
Perdagangan internasional memiliki dampak positif bagi Indonesia sebagai berikut:
  1. Terpenuhi kebutuhan akan berbagai macam barang dan jasa.
  2. Penduduk di negara yang bersangkutan dapat memperoleh barang dan jasa dengan mudah dan mu rah sebagai akibat dari adanya efisiensi dan spesialisasi.
  3. Devisa negara meningkat.
  4. Terbukanya kesempatan kerja.
  5. Terciptanya persahabatan dan kerja sama antarnegara di berbagai bidang.
  6. Terdorongnya kegiatan ekonomi dalam negeri.
Dampak Negatif Perdagangan Internasional bagi Perekonomian Indonesia
Selain memiliki dampak positif, perdagangan internasional juga memiliki dampak negatif. Adapun dampak negatif yang ditimbulkan oleh perdagangan internasional antara lain sebagai berikut:
  1. Mundurnya industri dalam negeri jika masyarakat lebih menyukai produk-produk yang diimpor dari luar negeri. Hal ini menyebabkan pemerintah di berbagai negara melakukan kebijakan proteksi. Kebijakan proteksi yang dikeluarkan pemerintah dapat berbentuk kuota, tarif, dan subsidi.
  2. Munculnya ketergantungan terhadap negara-negara maju sebagai pemilik faktor-faktor produksi. Dengan ada ketergantungan tersebut, negara-negara maju dapat menetapkan kebijakan-kebijakan ekonomi yang merugikan negara berkembang seperti Indonesia.
artikel sosial
Kemiskinan memang adalah pekerjaan besar bagi pemerintah kita, tapi pekerjaan itu tidak pernah di prioritaskan untuk mengurangi angka kemiskinan, berbagi cara telah di lakukan tapi malah tidak dapat mengurus permasalahan ini.
Kemiskinan merupakan masalah yang ditandai oleh berbagai hal antara lain rendahnya kualitas hidup penduduk, terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya dan rendahnya mutu layanan kesehatan, gizi anak, dan rendahnya mutu layanan pendidikan. Selama ini berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui penyediaan kebutuhan pangan, layanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja dan sebagainya.
Berbagai upaya tersebut telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin dari 54,2 juta (40.1%) pada tahun 1976 menjadi 22,5 juta (11.3%) pada tahun 1996. Namun, dengan terjadinya krisis ekonomi sejak Juli 1997 dan berbagai bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami pada Desember 2004 membawa dampak negatif bagi kehidupan masyarakat, yaitu melemahnya kegiatan ekonomi, memburuknya pelayanan kesehatan dan pendidikan, memburuknya kondisi sarana umum sehingga mengakibatkan bertambahnya jumlah penduduk miskin menjadi 47,9 juta (23.4%) pada tahun 1999. Kemudian pada 5 tahun terakhir terlihat penurunan tingkat kemiskinan secara terus menerus dan perlahan-lahan sampai mencapai 36,1 juta (16.7%) di tahun 2004.
Pemecahan masalah kemiskinan memerlukan langkah-langkah dan program yang dirancang secara khusus dan terpadu oleh pemerintah dan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.
4.1  Faktor Penyebab Kemiskinan
Ternyata kemiskinan itu tidak terjadi begitu saja melainkan memiliki faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan. Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan dapat dikategorikan dalam beberapa hal berikut ini :
A.   Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara                                                        
       global.
Yang perlu digaris bawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan pendapatan per-kapita:
1)      Naiknya standar perkembangan suatu daerah.
2)      Politik ekonomi yang tidak sehat.
3)      Faktor-faktor luar negeri, diantaranya:
4)      Rusaknya syarat-syarat perdagangan
5)       Beban hutang
6)       Kurangnya bantuan luar negeri, dan Perang
B.   Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.
Faktor ini sangat penting dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat harus didukung dengan SDA dan SDM yang bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa dipertanggung jawabkan dengan maksimal
C.   Biaya kehidupan yang tinggi.
Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat dari tidak adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga kerja ahli dan banyaknya pengangguran.
D.  Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang merata.
Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin masih terbebani oleh pajak negara.
Opini saya :
Pemerintah menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran, karena pengangguran adalah salah satu sumber penyebab kemiskinan terbesar di Indonesia. pemerintah juga harus segera menghapus atau menyelesaikan masalah korupsi hingga tuntas. karna korupsi adalah tindakan mencuri uang negara dan membuat terhambatnya pembangunan fasilitas masyarakat.

aetikel politik

Pemekaran Daerah: Logika Main-Main Elite Politik

Bisnis Indonesia, 8 Juni 2013
Pemekaran Daerah: Logika Main-Main Elite Politik
Oleh Sayfa Auliya Achidsti
 Akhir April lalu, pada Senin (29/4) malam, terjadi bentrokan warga di Kabupaten Musi Rawas. Empat orang tewas tertembak aparat, dan korban luka dari kedua pihak. Bentrokan terjadi sebab tuntutan pemekaran daerah tidak segera dipenuhi. Esoknya, warga membalas dengan membakar dua kantor Polsek. Awal tahun ini, pada (5/2), sejumlah warga berdemo di kantor DPRD Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, untuk membentuk Provinsi Madura. Awal 2009, tercatat sejarah tentang insiden Ketua DPRD Sumatera Utara, Abdul Aziz Angkat, tewas dikeroyok warganya sendiri karena dinilai tidak aspiratif yang lagi-lagi sebab pemekaran daerah.
Melihat banyaknya kasus, soal pemekaran agaknya telah diidentikkan sebagai “demokrasi di daerah”. Pertumbuhan jumlah daerah otonomi baru (DOB) di Indonesia sendiri paling tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Dalam 10 tahun pasca Reformasi, 205 DOB telah dibentuk. Data Kemendagri menunjukkan, hingga tahun 2013, total daerah di Indonesia  adalah 538 daerah, yang terdiri dari 34 provinsi, 411 kabupaten, dan 93 kota.
“Cara Main” Baru
Pasca Reformasi, pemekaran daerah dianggap sebagai salah satu wujud paradigma desentralisasi pemerintahan di Indonesia. Walaupun kemudian pemerintah pusat pada akhirnya mengatakan otonomi daerah harus dibatasi karena evaluasi yang selalu mengecewakan, namun pada kenyataannya pemekaran dan otonomiala Indonesia ini tetap dijalankan. Buktinya, tidak ada regulasi yang diaturkan sebagai pengetatan otonomi daerah. Moratorium pada 2011 tidak membawa dampak apapun, karena “masa rehat” pemekaran daerah tersebut tidak dimaksimalkan sebagai waktu pembenahan sistem.
Pada umumnya, pemekaran dilihat sebagai solusi masalah daerah, terutama soal pengembangan dan kemandirian. Paling tidak, terdapat tiga motif umum tren pemekaran daerah di Indonesia. Pertama, terkait dengan aspirasi akar-rumput. Melepaskan diri dari wilayah lama dan mengembangkan daerah baru berarti memiliki daerah untuk dikelola menurut potensi daerah dan aspirasi masyarakat setempat. Namun, pada motif ini, seringkali isu berkembang luas dan justru jadi kurang relevan lagi dengan persoalan potensi daerah, seperti masalah identitas dan sebagainya. Provokasi sering menjadi kemarahan massa yang mudah diarahkan elite politik lokal.
Kedua, adanya ide mengenai demokrasi dan desentralisasi. Hal ini terutama berkaitan dengan masa Reformasi. Munculnya UU No. 22/1999 tentang Otonomi Daerah, maka otonomisasi menjadi kecenderungan politik lokal. Pasca lepasnya segala keterpusatan Orde Baru, desentralisasi menjadi “proyek utama”.  UU Pemerintahan Daerah yang terbilang cepat perumusan dan pengesahannya, berimbas pada semacam cultural shock di daerah.
Daerah dilimpahi kewenangan besar, namun kapasitas daerah belum dipertimbangkan dengan baik untuk implementasinya. DOB yang dibentuk pada akhirnya membengkakkan anggaran, karena kebanyakan tidak mempu membentuk Pendapatan Asli Daerahnya (PAD) sendiri. Hingga yang paling baru, regulasi yang dibentuk lebih bersifat politis daripada didasari pertimbangan-pertimbangan rasional.
Ketiga, pembentukan modal ekonomi, sosial, dan politik yang akan lebih leluasa pada arena baru DOB. Inilah sebenarnya motif paling utama pemekaran daerah. Jika desentralisasi dilakukan sebagai pelimpahan kewenangan DOB untuk mengembangkan daerahnya, maka seharusnya prasyarat wajib dalam usulan pembentukan DOB adalah tersedianya data potensi daerah. Karena, tidak mungkin mengukur potensi daerah tanpa ada data yang jelas. Namun, laporan Kemendagri pada 2009 menunjukkan bahwa dari 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota hasil pemekaran 1999-2009, hanya 2 daerah yang mendapat nilai di atas 60 (nilai tertinggi 100), yaitu Kota Banjarbaru (64,61) dan Kota Cimahi (60,43). Hingga akhir 2012, masih banyak ditemui daerah yang berangka nol dalam indikator evaluasinya karena tidak punya data daerahnya sendiri.
Hingga kini, daerah memang terbilang sangat mudah untuk memekarkan diri. Persyaratan yang diatur tidak lebih dari pemberkasan. Dalam UU No 32/2004 dan PP No. 78/2007, syarat fisik untuk mengajukan pemekaran daerah meliputi minimal 5 kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan 5 kecamatan untuk pembentukan kabupaten, serta 4 kecamatan untuk pembentukan kota. Hal selain ini tidak ada aturan secara jelas.
Hal yang terjadi kemudian adalah logika top-down dan prosedural (bukan substansial). Bersifat top-down, karena wacana pembentukan DOB digulirkan oleh elite, baru kemudian menyiapkan persyaratan minimal kewilayahan. Pembentukan 5 kabupaten/kota atau 4 kecamatan sebagai syarat kewilayahan, dengan logika ini, mengesampingkan dasar substansial dan “hanya syarat”. Jika proses pemekaran kemudian menjadi alot, maka politisasi massa itulah yang sering kita lihat. Sederhananya, “pokoknya dimekarkan”.
Politik Keras Daerah
Desentralisasi menjadi keniscayaan dalam tata negara demokrasi. Pembagian kewenangan merupakan cara negara melayani kepentingan publik dalam masyarakat yang perkembangannya semakin kompleks. Perkembangan birokrasi pemerintah di tingkat daerah sendiri perlu diapresiasi dengan memberikan beberapa kewenangan pada saat kemampuan birokrasi tersebut telah dianggap mampu. Dengan kewenangan yang lebih luas, kebutuhan masyarakat di daerah—yang asumsinya akan lebih dikenal oleh pemerintah daerah setempat—akan lebih bisa dipenuhi dengan tepat dan sesuai. Oleh karena itu, desentralisasi adalah salah satu wujud demokrasi sebab tidak menghalangi perkembangan di birokrasi pemerintahan daerah, sekaligus memenuhi kebutuhan publik dan perkembangan sosial masyarakat di daerah.
Persoalannya adalah, kebutuhan publik yang disuarakan dalam bentuk tuntutan pemekaran agaknya merupakan kebutuhan yang “hiper-artifisial” (terlalu buatan dan tidak alamiah). Soal identitas, potensi ekonomi, dan tuntutan warga menjadi alasan yang dipaksakan. Dengan maraknya konflik yang terjadi, pemekaran sulit untuk disebut sebagai kebutuhan demokrasi dalam pemerintahan. Hal yang lebih tampak adalah masalah politik yang sangat keras di tingkat daerah.
Melihat ketiga “motif” pemekaran di atas, sangat mungkin untuk melakukan upaya meminimalisir konflik akibat tuntutan pemekaran, sekaligus membangun pemekaran yang sehat. Hal ini kembali terkait erat dengan regulasi. Revisi UU dan peraturan di bawahnya sangat perlu untuk diadakan, dengan beberapa catatan.
Pertama, selain syarat yang sudah ada mengenai jumlah minimal kewilayahan, data potensi ekonomi dan analisis sosial adalah “syarat substansial” dalam pengajuan DOB. Dengan tersedianya data tersebut, paling tidak telah menunjukkan bahwa calon DOB telah memiliki pemahaman tentang daerahnya sendiri dan kesiapan untuk mengelolanya. Jika “syarat pokok” (yang substansial) diperhitungkan, tentunya syarat dalam regulasi pemerintahan daerah yang telah ada juga harus dipertegas. Wilayah harus bisa membuktikan kemandiriannya dan rancangan target pencapaian pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi, dan keamanan dengan standar tertentu. Jika bukti terukur mengenai, paling tidak, kondisi ekonomi yang potensial, maka usulan DOB layak dipertimbangkan.
Kedua, adanya skema yang diperjelas mengenai penggabungan kembali DOB jika tidak mencapai target kinerja dalam rentang waktu. Dengan adanya pengetatan ini, tentunya bukan hanya proses penyetujuan DOB saja yang akan diperbaiki, namun ini merupakan upaya reformasi birokrasi yang lebih luas bagi Indonesia. Bagaimanapun, reformasi birokrasi tidak bisa dilakukan bagian per bagian, namun serentak dan menyeluruh. Paling tidak jika yang pertama saja bisa dipenuhi, maka pemekaran daerah tidak menjadi main-main para elite politik lagi.
artikel olah raga
1..Pengertian
Pendidikan jasmani merupakan suatu proses seseorang sebagai individu maupun anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan, kecerdasan, dan pembentukan watak
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional2. Tujuan Pendidikan Jasmani
1.Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih
2.Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik
3. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar
4.Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan
5.Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis
6.Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan
7. Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif.
1.Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, permainan. eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor non-lokomotor,dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri, serta aktivitas lainnya
2. Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya
3. Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya
4. Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam aerobic serta aktivitas lainnya
5.Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan air, keterampilan bergerak di air, dan renang serta aktivitas lainnya
6.Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung

7.Kesehatan, meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat, mencegah dan merawat cidera, mengatur waktu istirahat yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS. Aspek kesehatan merupakan aspek tersendiri, dan secara implisit masuk ke dalam semua aspek.